Thursday, December 30, 2010

Arif Suyono Super Sub Inspirator

TimNas Indonesia dalam pertandingan di Piala AFF memiliki pemain-pemain msa depan yang luar biasa, salah satunya adalah Arif Suyono. Walaupun bukan sebagai pemain starter namun penampilannya tidak kalah dibandingkan dengan Muhammad Ridwan dan Oktovianus Maniani yang lebih dipilih pelatih Alfred Riedl sebagai pemain utama sebagai pemain sayap.

Terbukti ia selalu membayar lunas kepercayaan dari Riedl ketika ia diturunkan di babak kedua. Sudah dua gol dilesakkan pemain Sriwijaya FC ini, masing-masing satu ke gawang Malaysia dan Laos, dan aksinya pun terhitung apik bagi pemain yang tak bermain sejak awal. Pantaslah jika gelar super sub diberikan padanya. Dengan penampilan seperti ini Arif seperti senjata rahasia bagi Indonesia di kala sedang dalam posisi terjepit. Hal yang diakui pula oleh asisten pelatih Wolfgang Pikal yang memuji penampilan mantan didikan Arema FC itu.

Saat ini ia bermain untuk Sriwijaya FC di Liga Super Indonesia. Sebelum di timnas senior, ia juga pernah memperkuat timnas U-17 dan timnas U-23 Sea Games 2007. Prestasi yang ia peroleh adalah ikut mengantarkan Arema juara Copa Indonesia dua kali berturut-turut tahun 2005 dan 2006.


Namun, dibalik performa itu ada kisah luar biasa yang menjadi catatan perjuangan seorang Arif Suyono. Arif Suyono (lahir di Batu, Malang, Jawa Timur, 3 Januari 1984; umur 26 tahun) adalah seorang pemain sepak bola Indonesia. Ia biasa disapa dengan nama karib "Keceng" karena badannya yang terbilang kurus. Kisah perjalanan Arif Suyono meniti karir sebagai pesepakbola profesional tidak mulus-mulus saja. Pada satu waktu, supersub timnas Indonesia di Piala AFF 2010 itu bahkan harus mendapatkan sepatu sepakbola hasil berhutang. Peristiwa tersebut terjadi sekitar sepuluh tahun lalu, saat Arif masih berusia 16 tahun.

Ketika itu pemuda kelahiran Batu, Malang, tersebut hendak ikut seleksi masuk ke dalam tim Piala Gubernur. Yang menjadi masalah, alumni SMU Islam Batu tersebut tidak lagi memiliki sepatu sepakbola yang layak pakai. Sepatu yang ia miliki saat itu, sebuah sepatu pemberian teman sekolahnya, sudah koyak.

Kegelisahan gelandang Sriwijaya FC itu tak luput dari perhatian keluarga besarnya. Ningsih, kakak kedua Arif, pun akhirnya nekat berutang sepatubola dengan harga Rp 150 ribu demi sang adik. "Kami kasihan lihat dia, bingung untuk dapat sepatu, kemudian kami sepakat mengutangkan di sebuah toko sepatu yang saya kenal," cerita Ningsih sembari meneteskan air mata.

Melihat kakaknya membawa sepatu baru, Arif muda tak ayal langsung berlinangan air mata. "Kemudian dia berangkat dengan menangis. Kami sekeluarga tiap malam menggelar salat untuk mendoakan dia saat itu. Agar bisa jadi orang sukses," tutur Ningsih.

Faktor ekonomi memang menjadi salah satu kendala dalam perjalanan Arif menimba ilmu sepakbola. Tak jarang ia sampai harus menunggu hasil upah sang ayah sebagai buruh di pasar, sebelum berangkat latihan. Arif yang dibesarkan bersama 12 saudaranya itu selalu ditempatkan sebagai prioritas dikeluarganya.

Saat ini Arif sudah sukses, tapi ia tidak lupa kalau apa yang ia peroleh saat ini tidak lepas dari peran keluarga. Maka keluarga besarnya pun pun ikut menikmati hasilnya. Melalui kucuran dana Arif, bisnis keluarga dibangun melalui usaha kripik.

Kesuksesan Arif agaknya pantas menjadi inspirasi bagi kita, terutama para pencinta sepakbola tentang nilai kerja keras dan komitmen. Dalam setiap pertandingan di Piala AFF, si Keceng terus menggengpur dan mendobrak seakan tidak rela kehilangan kesempatan untuk mempersembahkan yang terbaik bagi Merah Putih dan keluarga yang dicintainya.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More